beranda
/
artikel
/
podcast
/
tentang
/
cari
Kesehatan Masyarakat

Merangkai Kata, Menyusun Kalimat, Menyehatkan Masyarakat

May 24, 2021
/
7 min read
cover article

cover Merangkai Kata, Menyusun Kalimat, Menyehatkan Masyarakat

Intro
Memainkan kata untuk kampanye kesehatan yang mewujud nyata.

Bayangkan makanan dari outlet siap saji (fast food) kesukaanmu, lalu coba ingat-ingat apa yang mereka lakukan untuk menawarkan produknya. Tentu serangkaian kata-kata promosi akan segera terlintas di kepala. Mereka menobatkan diri sebagai “jagonya” atau menawarkan pengalaman yang hanya bisa didapat di “mana lagi selain di” outlet mereka. Apalagi ketika kata-kata ini dipasangkan dengan bonus atau potongan harga. Mungkin terkesan klise, tapi kata-kata memang mampu menggerakkan kita untuk membeli produk yang ditawarkan. Apalagi ketika produk itu semakin mudah diakses secara fisik maupun digital. Kata demi kata secara cermat disusun untuk menarik minat konsumen dan meningkatkan penjualan.

Berkomunikasi Lewat Iklan

Industri fast food hanyalah salah satu industri yang berhasil memanfaatkan kata rayuan untuk menggaet konsumen dari berbagai lapisan masyarakat. Dapat dikatakan hampir semua jenis usaha atau industri turut memanfaatkan kekuatan kata-kata untuk mendongkrak keuntungan. Nielsen, sebuah lembaga riset informasi pemasaran dan konsumen, menemukan bahwa fokus pengeluaran masyarakat terbagi menjadi tiga hal: makanan, pendidikan, serta hiburan dan gaya hidup (leisure and lifestyle). Besarnya uang yang  berputar dalam sektor tersebut kemudian mendorong pelaku usaha untuk menggenjot iklan demi memperebutkan porsi keuntungan. Dalam Nielsen Cross Platform Report 2017, lebih dari 60 persen konsumen di kelompok usia 21-49 tahun seringkali melakukan pencarian lebih lanjut setelah melihat iklan video online dan lebih dari 30 persen konsumen seringkali melakukan pembelian secara online. Bagi pelaku industri, iklan bagaikan mata pancing tajam yang ampuh untuk menjebak hasil tangkapannya.

Gambar 1. Iklan Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Iklan bukan sekadar pengisi jeda di antara acara televisi atau konten di internet. Beriklan adalah berkomunikasi: ada pesan spesifik yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan kepada penerimanya. Kata dan gambar yang terkandung di dalam iklan dirancang sedemikian rupa agar audiens menjawab ajakan mereka untuk membeli dan mengkonsumsi produknya. Para pelaku industri periklanan tentunya sudah memiliki berbagai metode yang terbukti dapat menarik minat dan mengarahkan perilaku konsumen. Ada yang menonjolkan unsur visual, cerita yang menyentuh, dan nuansa emosi.

Copywriting adalah salah satu komponen yang membentuk suatu iklan dengan memainkan kata-kata[1] . Namun, copywriting bukan sekadar usaha mengatakan sesuatu dengan baik, ia adalah seni berkata-kata dengan sederhana dan efektif. Kezia Maharani Sutikno, Social Media Associate di tirto.id, menjelaskan bahwa copywriting bisa menjadi mata pancing yang berfungsi untuk menarik ikan dengan umpan berupa kata-kata (wording) yang memprovokasi. Jika content writing bentuknya lebih kepada artikel, copywriting merupakan inti yang akan disampaikan dari isi konten artikel tersebut. Copywriting dapat berbentuk caption atau poin dari isi artikel. 

Dalam Podcast Edisi Spesial Bilik Didik: Mengenal Copywriting untuk Kampanye Kesehatan, Kezia mengungkapkan bahwa ketika memancing Ikan[2]  kita perlu mengetahui jenis ikannya (pembaca). Ada ikan umum yang dibedakan berdasarkan rentang usia dan ada jenis khusus yang dikelompokkan berdasarkan hobi atau karakter spesifik lain. Selayaknya memancing, maka dibutuhkan kolam untuk memperoleh hasil tangkapan berupa pembaca. Kezia membagi kolam ini berdasarkan pola perilaku dari berbagai platform media sosial. Misalnya untuk Twitter yang basis platform_nya berupa teks, maka dalam melakukan _copywriting di sini utamakan penyampaian melalui kata-kata.

Meski kerap diidentikkan dengan dunia periklanan, copywriting pun berkaitan juga dengan kesehatan masyarakat dan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Kata-kata dapat menggerakkan anggota masyarakat untuk menjalani perilaku yang mendukung kesehatan, atau sebaliknya. 

Kampanye Kesehatan vs Perilaku Tidak Sehat

American Psychological Association menyatakan adanya kaitan pajanan terhadap iklan makanan yang tidak sehat dengan tren obesitas pada anak-anak. Apalagi sekarang anak-anak dengan mudahnya memasuki dunia digital, yang secara langsung[3]  meningkatkan pajanan iklan, termasuk iklan makanan yang tidak sehat. Di televisi saja, iklan makanan mengisi setengah dari seluruh waktu iklan di acara anak-anak. Iklan ini hampir sepenuhnya didominasi oleh produk makanan yang tidak sehat (34 persen untuk permen dan makanan ringan, 28 persen untuk sereal, 10 persen untuk makanan cepat saji, 4 persen untuk produk susu, 1 persen untuk jus buah, dan 0 persen untuk buah atau sayuran). 

Anak-anak mampu mengingat konten iklan tersebut, tetapi belum bisa mengenali atau mengantisipasi tujuan dari iklan yang mereka tonton. Perpaduan dua hal tersebut meningkatkan dorongan untuk menuruti rayuan iklan. Padahal konsumsi makanan tidak sehat tentu berkorelasi dengan status kesehatan. Salah satu dampaknya yaitu kejadian obesitas pada anak-anak: di Amerika Serikat, prevalensi obesitas meningkat lebih dari dua kali lipat di antara anak-anak usia 2 hingga 5 (5,0% hingga 12,4%) dan usia 6 hingga 11 (6,5% hingga 17,0%).

Dibandingkan dengan mengakses informasi kesehatan, masyarakat mungkin akan lebih memilih untuk menikmati konten-konten kuliner yang menggiurkan. Tidak dipungkiri memang konten seperti itu lebih menarik dibandingkan dengan kampanye kesehatan. Sejauh ini kampanye kesehatan umumnya dilakukan oleh instansi-instansi kesehatan seperti kementerian kesehatan, rumah sakit, maupun puskesmas[4] [5] . Hal ini terjadi lantaran kampanye kesehatan membutuhkan keakuratan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, informasi kesehatan juga masih banyak menggunakan istilah yang terdengar asing di telinga awam. Tak jarang pula kita menemui produk kampanye kesehatan yang penuh sesak dengan informasi sehingga tampak tidak menarik. Kemampuan untuk menyajikan informasi kesehatan yang akurat, lengkap, dan dapat dipahami dengan mudah tanpa menihilkan kerumitan masalah kesehatan memang menjadi tantangan.

Gambar 2. Contoh Kampanye Kesehatan dari Kemenkes

Menurut WHO, kampanye kesehatan adalah salah satu cara untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dengan cara menjangkau sebanyak mungkin orang, mengubah perilaku mereka, dan mencapai praktik pelayanan kesehatan[6]  yang lebih aman dan berkualitas. Selama pandemi COVID-19 ini, kita melihat gencarnya kampanye kesehatan untuk memutus mata rantai penularan. Kampanye-kampanye kesehatan seperti itu dapat membangun kemauan, energi, dan momentum kolektif menuju perilaku kesehatan yang lebih baik. Kuncinya, perancang kampanye perlu memastikan bahwa pesan dapat disampaikan dengan baik.

Metode Kampanye Kesehatan: SUCCES

WHO mengadopsi sebuah model komunikasi yang dinamakan SUCCES untuk menunjang kampanye kesehatan. SUCCES merupakan model komunikasi yang dikembangkan Chip dan Dan Heath dalam buku Made to stick: Why some ideas survive and others die. Model ini turut mengeksplorasi gagasan "kelekatan", milik Malcolm Gladwell di The Tipping Point. SUCCES mengeksplorasi apa yang membuat ide atau konsep yang mudah diingat atau menarik. Akronim SUCCES digunakan untuk mendeskripsikan teori, dengan setiap huruf mengacu pada karakteristik yang dapat membuat ide menjadi "melekat":

- Simple - temukan inti dari ide apa pun

- Unexpected - menarik perhatian orang dengan mengejutkan mereka

- Concrete - pastikan sebuah ide dapat dipahami dan diingat 

- Credible- berikan ide kepercayaan

- Emotional- bantu orang melihat pentingnya sebuah ide

- Stories- memberdayakan orang untuk menggunakan ide melalui narasi

Ada sebuah contoh penerapan copywriting di bidang kesehatan yang dilakukan oleh NHS. Di bawah ini merupakan sebuah kampanye yang ditujukan untuk meningkatkan kepedulian publik dalam melakukan donor darah. Data yang didapat NHS, hanya ada sekitar 4% dari populasi yang mendonorkan darahnya. Keterlibatan masyarakat yang masih minim membuat NHS pada akhirnya mendesain kampanye guna mendapatkan perhatian masyarakat untuk melakukan donor darah.

Gambar 3. Kampanye Donor Darah dari NHS

Di atas nampak huruf A, O, dan B hilang. Melalui kode tersebut, NHS bermaksud menyampaikan bahwa stok golongan darah A, O, dan B ketersediannya rendah. Berkat teknik ini, NHS memperoleh 30.000 pendonor baru selama acara National Blood Week, meningkat tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Meskipun tampak sederhana, taktiknya langsung dan efektif secara visual, menarik perhatian pembaca di detik-detik pertama tampilan halaman, dan melibatkan mereka dengan membuat mereka ingin tahu alasan hal ini dilakukan.

Dunia Social Marketing Kesehatan

Ketika berbicara tentang pasar (market), bukan berarti kita hanya membicarakan keuntungan material. Dalam kata pengantar untuk Marketing Social Change, Alan Andreasen mendefinisikan pemasaran sosial sebagai "penerapan konsep dan teknik yang telah terbukti yang diambil dari sektor komersial untuk mendorong perubahan dalam berbagai perilaku penting secara sosial seperti penggunaan narkoba, merokok, perilaku seksual.” Maksud dari teknik yang terbukti adalah metode yang diambil dari teori perilaku, psikologi persuasi, dan ilmu pemasaran yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.

Teknik pemasaran yang meliputi riset audiens, analisis produk, pesan desain, distribusi, "periklanan", evaluasi dan umpan balik perlu diterapkan pada aktivitas promosi kesehatan dengan memperhatikan minat, nilai dan tujuan konsumen. Tujuannya untuk membujuk atau memotivasi orang agar mengadopsi tindakan tertentu atau perilaku yang secara umum dianggap bermanfaat. Misalnya kampanye tentang pembatasan konsumsi gula atau ajakan untuk mendonorkan darah.

Copywriting adalah teknik yang mutlak harus dimanfaatkan dalam memasarkan perilaku kesehatan, demi mencapai peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku yang diharapkan. Copywriting untuk isu kesehatan memang memiliki tantangan tersendiri, seperti “menerjemahkan” istilah dan konsep medis untuk audiens awam, menyederhanakan konsep tanpa mengorbankan akurasi ilmiah, dan menjual “produk” yang terkesan abstrak. Namun, pemanfaatan copywriting yang tepat dapat membawa manfaat yang tak sedikit. Rasanya tak berlebihan jika kita menyatakan bahwa kata-kata dapat menyelamatkan nyawa.

Gambar disadur dari: Unsplash.com, gambar 1, gambar 2, gambar 3

article lainnya
post cover
Jan 5, 2022
/
1 minutes

Cukai Minuman Berpemanis untuk Kehidupan yang Lebih Manis

Wacana cukai minuman berpemanis kembali dicetuskan, apakah kebijakan ini merupakan solusi untuk menurunkan angka kejadian diabetes melitus dan obesitas di Indonesia?

Kesehatan Masyarakat
post cover
Jan 4, 2022
/
1 minutes

Waspada Tanpa Panik: Menyikapi Omicron dengan Bijaksana

Situasi wabah dapat mengancam kesehatan mental kita. Oleh karenanya, tidak hanya dengan menjaga protokol kesehatan, kita juga perlu mengantisipasi derasnya arus informasi dengan membaca artikel yang tidak hanya terkini, namun juga menyajikan fakta yang berimbang.

Kesehatan Masyarakat
post cover
Dec 12, 2021
/
1 minutes

Bagaimana Krisis Iklim Bisa Mempengaruhi Kesehatan Kita?

“Climate change is first and foremost a health crisis”

Krisis Iklim
Instagram
/

Relatif perspektif ⓒ 2020 All right reserved