beranda
/
artikel
/
podcast
/
tentang
/
cari
Kesehatan Mental

Sudahkah Kamu Menjaga Kesehatan Mentalmu?

Mar 24, 2021
/
8 min read
cover article

cover Sudahkah Kamu Menjaga Kesehatan Mentalmu?

Intro
Kesehatan mental merupakan kesehatan yang tidak kalah penting dalam status kesehatan seseorang

Kesehatan tidak sebatas pada badan yang sehat. Definisi kesehatan menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental, maupun sosial dan tidak hanya sebatas terbebas dari penyakit. Kesehatan mental dan sosial merupakan komponen yang tidak kalah penting dalam status kesehatan seseorang.

Definisi kesehatan mental menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa adalah “Kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemapuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya,” Dalam kehidupan sehari-hari, kita senantiasa dihadapkan dengan berbagai tantangan yang menimbulkan stresor psikologis – baik ringan maupun berat. Dengan mental yang sehat, pada umumnya kita mampu mengatasi stresor-stresor dengan skala tertentu tersebut. 

Namun, terkadang tantangan dalam hidup menjadi lebih berat pada umumnya. Beberapa kejadian seperti masalah keluarga, kehilangan pekerjaan, kepemilikan atas penyakit kronis menimbulkan stresor psikologis yang lebih besar dari kemampuan mental kita untuk dapat mengatasinya, disebut juga sebagai coping. Akibatnya, timbul distres dan hendaya (disabilitas) dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Inilah yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa alias ODGJ.

Situasi Kesehatan Mental Saat Ini

Diperkirakan satu dari sepuluh orang di dunia mengalami gangguan mental. Di Indonesia, lebih dari satu dari 20 orang menderita depresi: salah satu gangguan mental yang paling umum ditemukan. Prevalensi depresi meningkat seiring bertambahnya usia – menempatkan lansia dengan prevalensi depresi tertinggi dibanding kelompok usia lainnya. Sebanyak 9,8% orang Indonesia berusia di atas 15 tahun juga menderita gangguan mental emosional menurut kuesioner _Self-Reporting Questionnaire_-20.

Gangguan kesehatan mental tidak bisa diremehkan karena kontribusinya yang besar terhadap Years Lost to Disability (YLD), suatu parameter epidemiologis yang menghitung jumlah tahun sehat yang hilang akibat kecacatan. Sebagai perbandingan, penyebab kematian utama pada masyarakat Indonesia menurut Institute for Health Metrics and Evaluation adalah penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) dengan persentase 36,4%. Akan tetapi, YLD penyakit kardiovaskular ‘hanya’ 4,1%. Bandingkan dengan YLD akibat gangguan mental yang bernilai 13,4%. Walaupun tidak menyebabkan kematian sebanyak penyakit lainnya, gangguan mental menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderitanya sepanjang hidupnya.

Stigma masih menjadi masalah dalam pengelolaan gangguan mental, khususnya masyarakat Indonesia. Stigma adalah labelling negatif yang ditujukan pada sekelompok populasi, dalam hal ini kepada ODGJ. Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan timbulnya stigma kepada ODGJ. Salah satunya adalah pengetahuan tentang kesehatan mental yang minim. Hubungan stigma terhadap ODGJ ini telah diteliti oleh Hartini et al. dalam publikasinya. Stigma ini berdampak buruk pada kepada orang dengan gangguan mental karena 1) stigma mengerucutkan kesempatan ODGJ untuk bekerja serta berkontribusi di masyarakat 2) stigma mencegah ODGJ untuk mencari bantuan profesional dalam menangani penyakitnya.

Stigma juga muncul kepada kesehatan mental pada umumnya. Mungkin kita pernah mengalami stres yang cukup berat sehingga kita tidak bisa menjalani aktivitas sehari-hari sebaik biasanya. Lalu kita mencoba menceritakan stres kita kepada seseorang, berharap ada yang bisa mendengarkan dan memahami perasaan kita. Alih-alih didengarkan, keluhan kita malah ditepis, dianggap kita terlalu lemah. Lebih lagi, seseorang ini membandingkan kejadian yang kita hadapi dengan kemalangan dia. 

Kejadian seperti ini merupakan refleksi bahwa kesehatan mental masih mendapatkan stigma sebagai sesuatu yang abstrak, yang tidak bisa dijamah secara objektif. Orang dengan distres mental juga dianggap sebagai pribadi yang lemah dalam menghadapi tantangan hidup. Anggapan ini kontraproduktif terhadap upaya penanggulangan gangguan mental, dan justru malah dapat memperburuk kondisi yang dialami seseorang dengan gangguan mental.            

Bagaimana cara menjaga kesehatan mental?

Sudah sebaiknya kita menjaga kesehatan mental kita. Ada banyak sekali aktivitas yang dinilai positif untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan mental. Cara-cara yang disebutkan di bawah ini merupakan sebagian dari beragam cara untuk menjaga agar mental kita tetap sehat.

1. Mempraktikan Mindfulness

Mindfulness secara harfiah berarti perhatian penuh. Mindfulness merupakan salah satu bentuk meditasi dengan mengobservasi dan melabel pikiran, perasaan, dan sensasi dalam tubuh secara objektif tanpa menghakimi. Mindfulness merupakan praktik yang berawal dari ajaran Buddhisme dan Hindu, yang kemudian diadopsi secara luas. 

mindfulness.jpeg

Terdapat dua komponen utama mindfulness, yaitu kesadaran (awareness) dan penerimaan (acceptance). Kesadaran berarti memfokuskan atensi ke sensasi dan pengalaman diri pada saat ini. Penerimaan berarti kemampuan untuk mengobservasi dan menerima segala buah pikiran yang muncul tanpa menghakimi atau mencela diri. Tujuan dari praktik mindfulness adalah mengembangkan pengetahuan akan diri sehingga kita bisa berdamai dengan diri sendiri.

Praktik mindfulness bukan hanya pseudosains belaka. Beragam penelitian membuktikan efek positif dari praktik mindfulness dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian dari Weinstein et al, yang melibatkan 65 mahasiswa sebagai subjek penelitian menunjukkan mindfulness mampu meningkatkan kemampuan sesorang dalam menilai stresor psikologis secara lebih objektif. Selain itu, penggiat mindfulness dilaporkan lebih jarang melakukan mekanisme coping dengan menghindari stresor (avoidance). Bahkan, praktik mindfulness ini sudah diadopsi sebagai salah satu bentuk psikoterapi untuk orang dengan gangguan depresi mayor. Mindfulness-based cognitive therapy (MBCT) mengkombinasikan teknik terapi perilaku kognitif konvensional dengan aspek mindfulness.

Bagimana cara mempraktikan mindfulness? Mengacu kepada dua komponen utama di atas, penting bagi kita memperhatikan apa yang kita pikirkan dan rasakan (awareness), dan menerima secara lapang dada segala jalan pikiran kita tanpa menghakimi (acceptance). Ada banyak buku dan sumber yang bisa dibaca untuk belajar mindfulness. Selain itu, tersedia beragam aplikasi seperti Calm dan Headspace yang dapat membantu kita dalam mempraktikan mindfulness

2. Tidur cukup

Tidur memiliki hubungan timbal balik dengan gangguan mental. Gangguan tidur dapat menyebabkan gangguan mental dan begitu pun sebaliknya. Penelitian membuktikan individu dengan kekurangan tidur jangka panjang berisiko untuk mengidap distres mental, gejala depresif, dan ansietas. Studi yang dilakukan pada 3000 siswa menemukan bahwa tidur kurang diasosiasikan dengan peningkatan mood depresif, ansietas, gangguan perilaku, bahkan percobaan bunuh diri.

Karena adanya hubungan ini, penting bagi kita untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur. Berapa jam kita perlu tidur setiap harinya? Jumlahnya bervariasi menurut usia. Menurut National Sleep Foundation, kelompok usia remaja hingga dewasa membutuhkan 7-9 jam tidur setiap harinya. Kualitas tidur juga perlu diperhatikan. Apakah terdapat kesulitan dalam tertidur atau sering terbangun? Atau apakah setelah bangun tidur tidak merasa berenergi sehingga masih suka tertidur di pagi atau siang hari? Kelainan dan gangguan tidur ini jangan dianggap remeh karena bisa berpengaruh terhadap kondisi mental, atau merupakan manifestasi dari suatu gangguan mental. Konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut apabila menemui gangguan tidur.

3. Memiliki support system

Support system atau dukungan sosial adalah dukungan yang mampu diperoleh seorang individu melalui individu lain, grup, atau komunitas yang lebih besar. Support system sangat penting bagi kesehatan mental karena kita sebagai manusia sejatinya adalah makhluk sosial. Penelitian Boscarino et al., menunjukkan bahwa veteran Perang Vietnam dengan dukungan sosial yang baik berisiko 180 persen lebih rendah untuk memiliki gangguan stres paska trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD) dibandingkan veteran dengan dukungan sosial yang lemah.

Dukungan sosial tidak hanya berefek positif pada kesehatan mental, tetapi juga kesehatan fisik. Penelitian di Alameda County menunjukkan bahwa individu tanpa kedekatan sosial dengan orang lain akan 1,9-3 kali lebih berisiko untuk menderita penyakit jantung koroner, stroke, kanker, dan penyakit lainnya dalam rentang sembilan tahun dibandingkan individu dengan hubungan sosial yang lebih banyak.

Dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ, dalam podcast Relatif Perspektif menyinggung tentang “40 seconds of action”: kampanye yang diselenggarakan oleh WHO untuk memperingati  meninggalnya dunianya seseorang akibat bunuh diri setiap 40 detik. Salah satu bentuk kampanye ini adalah menceritakan kepada orang terdekat kita tentang kesulitan yang kita sedang hadapi selama 40 detik. Inti dari kampanye ini bukan semata untuk menceritakan selama 40 detik, tetapi untuk menginisiasi berbagi kepada orang lain, untuk membentuk hubungan sosial yang erat - membangun support system. Meski, harus diakui bahwa tidak selamanya mudah bagi beberapa orang untuk menginisiasi kontak sosial. Dalam keadaan seperti ini diperlukan beberapa pendekatan yang lebih khusus. 

Masih banyak lagi cara yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental kita. Diet yang seimbang ternyata berpengaruh juga lho terhadap suasana hati kita, seperti yang diuraikan penelitian ini. Olahraga sudah lama dikenal sebagai aktivitas yang meningkatkan mood dan membangun resiliensi, seperti ungkapan mens sana in corpore sano. Pendekatan diri kepada Tuhan juga berdampak positif terhadap kesehatan mental bagi para penganut kepercayaan. 

Namun, perlu diketahui bahkan dengan upaya di atas, stresor psikologis masih dapat terlampau berat untuk kita atasi sendiri, dan itu adalah hal yang wajar. Apabila demikian, bijak bagi kita untuk mencari bantuan profesional dari dokter spesialis kesehatan jiwa (psikiater) atau psikolog klinis. 

Apabila kita menemui orang terdekat kita dengan masalah kejiwaan, penting bagi kita untuk mempraktikan empati dan menghindari stigmatisasi. Dan setidaknya pula, validasi apa yang mereka rasakan. Selain itu, dapat pula menganjurkan mereka untuk meminta bantuan profesional apabila ada terdapat indikasi gangguan berat sehingga kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa kesehatan mental merupakan komponen yang tidak dapat terpisahkan dari kesehatan kita. Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Hanya dengan jiwa raga yang sehat lah, kita dapat beraktivitas dengan optimal serta mendapat kepuasan dalam hidup.[AJP]

Simak podcast kami bersama dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ berjudul “Mindfully Caring Ourselves“ di sini!

Foto oleh William Farlow

article lainnya
post cover
Jan 5, 2022
/
1 minutes

Cukai Minuman Berpemanis untuk Kehidupan yang Lebih Manis

Wacana cukai minuman berpemanis kembali dicetuskan, apakah kebijakan ini merupakan solusi untuk menurunkan angka kejadian diabetes melitus dan obesitas di Indonesia?

Kesehatan Masyarakat
post cover
Jan 4, 2022
/
1 minutes

Waspada Tanpa Panik: Menyikapi Omicron dengan Bijaksana

Situasi wabah dapat mengancam kesehatan mental kita. Oleh karenanya, tidak hanya dengan menjaga protokol kesehatan, kita juga perlu mengantisipasi derasnya arus informasi dengan membaca artikel yang tidak hanya terkini, namun juga menyajikan fakta yang berimbang.

Kesehatan Masyarakat
post cover
Dec 12, 2021
/
1 minutes

Bagaimana Krisis Iklim Bisa Mempengaruhi Kesehatan Kita?

“Climate change is first and foremost a health crisis”

Krisis Iklim
Instagram
/

Relatif perspektif ⓒ 2020 All right reserved